http://fraksipdiperjuangan.blogspot.com/

Sabtu, 01 Januari 2011

2011, Tahun untuk Membahagiakan Rakyat

2011 Tahun untuk Membahagiakan RakyatAKARTA--MICOM:Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Tjahjo Kumolo menyatakan, pihaknya amat mengharapkan tahun 2011 merupakan saat yang tepat untuk semakin memberi kebahagiaan kepada seluruh warga melalui terobosan berbagai kebijakan politik prorakyat. 


"Jika Anda bertanya, kapan waktunya yang tepat untuk rakyat, saya dan partai kami nyatakan, inilah waktunya," katanya di Jakarta, Sabtu (1/1), sehubungan dengan perayaan Tahun Baru 2011. 



Tjahjo Kumolo yang juga Sekjen DPP PDI Perjuangan mengharapkan pula, agar tahun 2011 ini akan semakin banyak senyum keindahan tersungging di bibir para rakyat kecil di mana-mana. "Kita beri mereka bahagia dan sejahtera lewat program-program politik yang menyejahterakan. Dengan begitu, tahun 2011 ini ditandai munculnya sebuah suasana kehidupan yang baru," ujarnya lagi. 



Apa yang diidam-idamkan partai dan fraksinya ini, menurutnya, memang pasti bakal membuat orang terheran-heran, terbengong-bengong, atau membikin pihak-pihak tertentu tergagap-gagap. 



"Tetapi, jika kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk rakyat, Insya Allah Tuhan Yang Maha Kuasa memudahkan segala urusan kita untuk tujuan yang luhur mulia di hari esok yang lebih baik, bahagia dan damai sejahtera," katanya lagi. 



Sembari mengutip sejumlah kalimat bijak Thich Nhat Hanh (penyair dan pejuang perdamaian Vietnam peraih Nobel Perdamaian 1967 dalam buku The Miracle of Mindfulness, Tjahjo Kumolo menunjuk sejumlah bagian sangat signifikan sebagai kebutuhan rakyat banyak di Indonesia. 



"Buku itu mengisahkan seorang raja yang selalu ingin membuat keputusan yang yang benar. Dan pada suatu ketika ia mengajukan pertanyaan kepada seorang Biksu: "Kapan waktu terbaik mengerjakan sesuatu? Siapa orang paling penting untuk bisa bekerja sama? Apakah perbuatan terpenting untuk dilakukan sepanjang waktu?," ujarnya. Ternyata, lanjutnya, si Biksu menjawab: "Waktu terbaik ialah sekarang". 



"Selanjutnya, orang terpenting adalah orang dekat. Dan perbuatan terpenting sepanjang waktu adalah memberi kebahagiaan bagi orang sekelilingmu. Jadi, mari kita terbiasa memberi bahagia, damai dan sejahtera bagi lingkungan kita. Selamat Tahun Baru 2011," ujar Tjahjo Kumolo lagi. (Ant/OL-2) 

Kamis, 30 Desember 2010

PDIP: Terlalu Dini Bicarakan Calon Presiden 2014

JAKARTA--MICOM: Hingga kini PDIP belum membicarakan soal calon Presiden 2014 karena masih terlalu prematur. Hal itu diungkapkan Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait, Kamis (30/12). 

"PDIP akan menjadi partai yang ingin dipercaya oleh rakyat dengan menjaga konsistensi menjadi oposisi. Karena itu kita belum membahas capres 2014, masih terlalu prematur," terang Maruarar. 

Ia menjelaskan saat ini PDIP masih fokus pada pencapaian pemilu kada di daerah-daerah serta menjadi oposisi pemerintah. Menurutnya, pencapaian yang diraih PDIP menjadi berkah tersendiri buat partai dan semua kader. 

"Ini buah dari kami (PDIP) yang selalu memiliki komitmen. Tujuan kami ingin menang di Pilpres 2014," ujarnya. 

Optimisme Maruarar juga didasari hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indobarometer pada 2010 ini yang menempatkan Megawati di posisi teratas, dan diikuti Prabowo Subianto. "Hasil tersebut menggambarkan kalau Ibu Mega masih dipercaya oleh rakyat dengan konsistensinya, tetapi terkait capres, sampai saat ini belum dibicarakan," jelasnya. (*/OL-04) 



Maruarar Sirait, S.IP.
Profil Anggota DPR RI 2004-2009 F-PDIP Dapil Jawa Barat 8.
SENIN, 20 OKTOBER 2008, 16:56 WIB Dini Novita Sari

No. Anggota
332
Nama
Maruarar Sirait, S.IP.
Fraksi F- PDIP
Partai PDIP
Daerah Asal Pemilihan 
Jabar8
Komisi komisi xi
Alamat
Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat


A. DATA PRIBADI

Nama Lengkap & Gelar: Maruarar Sirait, SIP.

Jenis Kelamin:Laki-Laki

Tempat & Tanggal Lahir:Medan, 23-Desember-1969

Agama:Kristen

Status Pernikahan:Menikah

Nama Istri/Suami:Shinta Triastuti

Pekerjaan Istri/Suami:Ibu Rumah Tangga

Jumlah Anak:2 (dua)  Orang

Alamat Kantor:Gd. DPR/MPR RI Nusantara I Lt. 07 R. 0705 Jl. Gatot Subroto Jakarta

Telpon,Fax Kantor:5756032, 5756035, 5756243, 5715516, Fax. 5756244

Alamat Rumah:
1.Jl. Depsos I No. 34 RT. 008/01 Bintaro Pesanggrahan Jakarta 12330
2.Komp.Taman Puspa Indah Jl.Puspita Utara No.14 Bandung

Telpon,Fax Rumah:5756244

Email:-
 Website:-

  B.    DAERAH PEMILIHAN, PEROLEHAN SUARA & JUMLAH KURSI DI DP

Asal Daerah Pemilihan(DP):JABAR VIII

Jumlah Kursi Per DP:8

Bilangan Pembagi Pemilihan:259.685 

C.    PEROLEHAN SUARA

No. Urut Calon:2

Perolehan Suara:34.552

Perolehan Suara Terbesar:37.947

No Urut Calon Terbesar:3

  D.RIWAYAT PENDIDIKAN

1SD PSKD VI Jakarta, 1982

2SMPK Ora Et Labora, Jakarta

3SMA Negeri 47

4Fisip Unpar bandung

  E.    RIWAYAT PEKERJAAN

1Manager KKBM Unpar Bandung

2Komisaris Utama PT.Potenza Sinergi

  F.    RIWAYAT JABATAN PADA LEMBAGA PEMERINTAHAN
-
  G.    PENGALAMAN/JABATAN PADA ORGANISASI

1GMKI Cab.bandung

2Resimen Mahasiswa Unpar Bandung

3Wk.Bendahara PDIP Jabar 1999-2000

4Bendahara DPD PDIP Jabar 2000-2005

5Wakil Bendahara Fraksi PDIP di DPR

  H.    KEANGGOTAAN/JABATAN DI DPR

1Komisi XI

2Fraksi PDIP

  I.    JUMLAH KEKAYAAN PADA SAAT PENCALONAN

1Harta Tidak Bergerak -  Tanah dan Bangunan
Rp.247.515.000 -  1 Tanah 0

2 Harta Bergerak


-  1 Mobil Rp. 45.000.000


-  Pertanian, Peternakan, dll

-  Batu dan Logam Mulia Rp.49.700.000

3 Surat Berharga Rp. 165.000.000

4 Giro dan Kas Setara lainRp. 831.400.000

5 Piutang- 0

6. Hutang 0

7 Total Kekayaan Rp. 1.338.615.000
  J.    
SUMBER PENGHASILAN
(Selain Gaji Sebagai Anggota Legislatif)
-
  K.    PENGHARGAAN/TANDA JASA
-
  L.    HAL YANG INGIN DIPERJUANGKAN SEBAGAI ANGGOTA DEWAN

“Menciptakan masyarakat yang adil dan makmur melalui politik yang berdaulat, ekonomi yang berdikari dan kebudayaan yang berkepribadian”

Selasa, 28 Desember 2010


Berharap "5-1" Kejadian Lagi
Rabu, 29 Desember 2010 | 08:28 WIB
Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary
JAKARTA, KOMPAS.com - Siapapun penduduk negeri ini, mengharapkan hasil pertandingan final leg kedua timnas Indonesia melawan Malaysia, Rabu (29/12/2010), akan berujung pada kemenanngan dan diangkatnya trofi AFF 2010 oleh Firman Utina cs.
Tak terkecuali mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Mega, yang mengaku gandrung bola ini berharap, hasil akhir 5-1 untuk Indonesia bisa terulang, seperti saat menekuk Malaysia pada babak penyisihan grup awal Desember lalu.
"Harapan saya, 5-1 bisa kejadian lagi. Para pemain lihat bola saja lah, kemana ditendang," katanya sambil tertawa, seusai diskusi di Megawati Institute, Selasa (28/12/2010) petang.
Kekalahan 0-3 saat melawan Malaysia di kandangnya, Stadion Bukit Jalil, hari Minggu lalu, dinilai Mega kekalahan yang dramatis ditengah euforia terhadap Timnas. "Karena euforia saat lihat di GBK main bagus kenapa diluar kok tidak bisa membentuk pertahanan diri," ujarnya.
Meski demikian, ia berharap, pada pertandingan hari yang dipastikan akan didukung puluhan ribu pendukung, Timnas bisa tampil lebih meyakinkan. Mega juga mengingatkan PSSI agar ke depannya tidak lagi membebani pemain dengan kegiatan-kegiatan non teknis yang bisa merusak konsentrasi.
Seperti diketahui, setelah dipastikan lolos ke final, Timnas "digadang" makan ke rumah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan mengikuti doa bersama hanya 16 jam sebelum bertolak ke Malaysia.
"Kalau sudah satu kali menang mbok ya mereka ini dibiarkan tenang-tenang saja terutama yang ada di organisasi ini (PSSI). Biarkan pemain konsen. Fokus. Saya baca di media kok diundang makan, acara apa itu macam-macam, tunggulah sampai pegang piala," kata Ketua Umum DPP PDI Perjuangan ini.

Jumat, 24 Desember 2010

REFLEKSI AKHIR TAHUN 2010

Ir. H. Tono Bahtiar
Ketua DPRD Kabupaten Karawang

Refleksi akhirtahun mengenang Marhaen (Petani Kecil) yang berbakti dan berjuang untuk kebesaran bangsa ini.

Bagi kalangan kader PDP Perjuangan, mungkin sudah tidak asing mendengar faham Marhaenisme.  Marhaenisme  merupakan  paham  yang dikembangkan dari pemikiran  Soekarno. Ajaran ini menggambarkan kehidupan rakyat kecil. Orang kecil yang dimaksud adalah petani dan buruh yang hidupnya selalu dalam cengkraman orang orang kaya dan penguasa.

Marhaenisme diambil dari nama seseorang yang hidup di Indonesia. Dia adalah seorang petani yang bernama Marhaen mempunyai lahan sendiri, lahan itu dia kerjakan sendiri dan hasilnya cukup untuk kebutuhan hidup keluarganya yang sederhana.

Marhaenisme pada esensinya sebuah faham perlawanan yang terbentuk dari sosio-demokrasi dan sosio-ekonomi  Bung Karno. Kini Marhaen sudah tidak punya lahan sendiri lagi, sekarang dia jaji buruh tani yang bekerja untuk majikannya dengan mengharap lima liter beras dari jasanya, anak-anaknya tidak sekolah karena walaupun biaya sekolah gratis, tapi baju seragam, sepatu dan buku harus dibeli dan dia tidak mampu membeli.

Keberpihakan pemerintah terhadap Marhaen sudah menjadi buruh tani semakin tidak ada, buruh tani tidak menikmati subsidi BBm, subsidi pupuk, gratisnya pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Walaupun hidupnya serba kekurangan, saya bangga dengan semangat dan sikap hidupnya yang tegak, dia tidak jadi pengemis meminta bantuan, pagi pergi dan pulangnya sore hari menenteng pacul kesawah untuk menggarap sawah majikannya.

Wahai............... Presiden, Gubernur, Bupati, Camat, Kepala Desa, Jendral Polisi, Panglima TNI,  Para Menteri, taukah bapak-bapak yang menyediakan nasi putih yang tiap hari bapak makan adalah jasa buruh tani ????

Siapa yang menyediakan sayur-sayuran, buah-buahan dan daging yang anda makan tiap hari sehingga anda tidak kekurangan Vitamin dan giji ??? Mereka adalah buruh tani.

Apa yang telah anda perbuat untuk mereka sebagai imbal balik atas jasa baiknya ??? Semoga dengan repleksi akhit tahun ini, menggugah kesadaran kita semua mengenai kepedulian kita terhadap rakyat kecil (Wong Cilik).

Untuk lebih memahami filosofis marhaen, serikut ini saya tuangkan kisah marhaen yang semakin kelan.

 

Marhaen Makin Tenggelam

Matahari belum bersinar di ufuk timur. Ayam belum berkokok. Banyak orang pun belum terjaga dari tidurnya. Namun, Mang Darmin yang kini berusia 62 tahun sudah mengayuh sepeda ontelnya dari rumah menuju sawah.

Pagi-pagi benar, pukul empat subuh, dia sudah bergegas untuk menggarap tanah majikannya yang jauhnya lima kilometer dari rumahnya di Kelurahan Menggor No 28, RT 2 RW 3, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung.

Di tengah usianya yang semakin uzur itu, ia sudah tidak mungkin lagi mengayuh sepeda dengan cepat seperti waktu muda. Karena itu, paling tidak ia membutuhkan waktu satu jam lebih untuk sampai di sawah.

Ketika langit gelap dan orang- orang sudah tertidur lelap, dia juga harus menahan kantuk menjaga tambak majikannya. Saat panen datang, dia bahkan harus begadang dan tidak pulang.

”Saya sudah biasa kerja keras seperti ini,” ujarnya.
Sayangnya, sawah dan tambak yang terletak di Cikoneng itu bukan miliknya. Dia sekadar petani penggarap dan hanya memperoleh 10 persen dari hasil.
Dari sawah seluas 10 bahu atau sekitar 6 hektar yang digarapnya, dia memperoleh empat kuintal gabah kering senilai Rp 840.000, sedangkan dari tambak yang dia kerjakan, ia mendapat upah Rp 1 juta sekali panen.

Roda kehidupan berputar lambat. Nasibnya tak kunjung berubah. Meski sedari muda sudah membanting tulang sebagai petani penggarap, ia belum juga bisa merasakan nikmatnya menggarap tanah sendiri.
”Orang kecil mah malah makin tilelep (orang kecil semakin tenggelam). Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin,” ujar Darmin menerawang dan kemudian mengisap dalam-dalam rokoknya.


Legenda Marhaen
Masih ingat legenda tentang dialog antara Soekarno (Bung Karno) dan seorang petani miskin bernama Marhaen? Mang Darmin adalah salah satu cucu Marhaen itu.
Soekarno bertemu dengan Marhaen secara kebetulan ketika sedang berjalan-jalan di daerah Cigereleng, Bandung. Dia melihat seorang petani yang sedang menggarap sawah dan kemudian menghampirinya serta mengajaknya bicara.

John D Legge, mantan guru besar sejarah di Monash University Australia, dalam bukunya yang berjudul Sukarno A Political Biography juga mendeskripsikan pembicaraan Soekarno dengan Marhaen itu.

”Milik siapa tanah ini?” tanya Soekarno.
”Saya,” jawab Marhaen

”Cangkul ini milik siapa?”
”Saya.”

”Kalau peralatan-peralatan itu semua milik siapa?”
”Punya saya.”

”Hasil panen yang kamu kerjakan ini untuk siapa?”
”Untuk saya.”

”Apakah itu cukup untuk keperluan kamu?”
”Hasilnya pas-pasan untuk mencukupi hidup kami.”

”Apakah kamu juga bekerja menggarap tanah orang?”
”Tidak. Saya harus bekerja keras. Semua tenaga saya untuk lahan saya sendiri.”

”Tapi kawan, hidup kamu dalam kemiskinan?”
”Benar, saya hidup dalam kemiskinan.”

Sedemikian terkenalnya legenda ini sehingga bukan hanya terdengar di Indonesia, tetapi juga ke luar negeri. Marhaen juga dijadikan simbol oleh Soekarno untuk membangkitkan petani dan rakyat miskin. Berkembanglah faham marhaenisme.

Persoalannya, cita-cita Bung Karno untuk menjadikan kemerdekaan sebagai jembatan emas bagi segenap bangsa Indonesia untuk mencapai kemakmuran itu belum tercapai
Ki Marhaen mempunyai satu putra, yaitu Ki Udung, yang menikah dengan Arsama. Dari pernikahan itu, Ki Marhaen kemudian mendapat tujuh cucu. Darmin adalah cucu nomor tiga. Ia sendiri kini sudah memiliki empat cucu dan satu cicit. Artinya, sudah enam generasi keturunan Ki Marhaen.

Ironi Kemerdekaan
Dalam banyak buku, menurut Darmin, banyak yang menuliskan bahwa kakeknya itu punya sawah. Tetapi, yang ia dengar sendiri dari cerita ibunya, Arsama, kakeknya itu hidup dalam kemiskinan, tidak punya tanah sendiri.
”Mungkin karena ditanya Bung Karno, dijawab miliknya, padahal cuma kerja,” paparnya.

Saat Darmin hadir diundang ke sebuah pertemuan di Jakarta, ada juga yang mengaku-aku sebagai cucu Marhaen dan bergelar doktorandus dan insinyur. Padahal, kenyataannya, keturunan Marhaen itu untuk lulus sekolah dasar saja sudah setengah mati.

”Sebenarnya, lulus SD saja sudah hampir-hampir,” paparnya.
Menurut Darmin, dari tujuh bersaudara, hanya almarhum kakaknya, Darman, yang hidup cukup lumayan, yaitu sebagai tentara. Darman bergabung dalam Batalyon 328 dan pernah diterjunkan ke Irian Barat.
”Waktu berangkat pangkatnya prada, pulang jadi praka. Lainnya hanya buruh tani,” ujarnya.

Ayit, adik Darmin yang ditemui di rumahnya, di Kelurahan Menggor No 28, RT 2 RW 3, Kecamatan Bandung Kidul, juga bercerita banyak hal tentang kesulitan hidup yang dia hadapi.
”Ibu mah kieu wae. Bumi oge butut (Ibu itu seperti ini saja. Rumah juga jelek),” kata Ayit.

Dia selalu bermimpi mempunyai dapur yang baik, tetapi belum juga kesampaian karena hanya menjadi buruh tani.
Darmin dan Ayit menjadi bukti bahwa kemerdekaan yang dijanjikan belum memberikan banyak perubahan. Jikalau benar dialog Soekarno dengan Marhaen seperti ditulis di banyak buku, nasib cucu-cucu Marhaen berarti semakin buruk.

Kalau dulu sang kakek masih mempunyai tanah, generasi berikutnya tidak lagi. Tetapi, kalau versi yang diceritakan Darmin benar, berarti nasib Marhaen dan keturunannya tidak berubah, masih menjadi petani miskin yang hanya bisa hidup seadanya.
Sebuah ironi bagi faham marhaenisme yang pernah menjadi simbol perjuangan kebangkitan rakyat miskin pada masa Soekarno.
tulisan ini dapat juga dilihat di website presidium persatuan alumni gmni pusat : www.alumnigmni.org


Kamis, 23 Desember 2010

PDI Perjuangan

Apr 11th, 2008, in IM Posts, by David
Taufiq Kiemas
Taufiq Kiemas and other half.
Whether the PDI-P is a party of thugs, Christians and communists.
Taufiq Kiemas says the PDI Perjuangan no longer wants to be known as a non-Muslim political party, or what was probably worse, a party of street toughs, Christians and communists.
The allegation of the PDI-P being a haven for communists was particularly hurtful, he said
The saddest [accusation] was that all communists congregated in the PDI-P.
The PDIP wanted to prove that not only was it a pluralistic and nationalist party, but was also a part of the Muslim community. And no mention of the word "secular".
Taufiq Kiemas is the leader of the PDI's newly formed Muslim religious wing, the Baitul Muslimin Indonesia (BMI), and husband of Megawati. [1]

Benarkah bahwa Presiden SBY adalah
public enemy (musuh publik) ?

Hugo Chavez keluar dari Istananya untuk menampung korban banjir di dalamnya

Setelah mengikuti banyak berita-berita pers dan berbagai siaran televisi akhir-akhir ini, kita bisa bertanya-tanya apakah presiden SBY masih mendapat kepercayaan rakyat untuk menangani berbagai persoalan besar dan berat yang dihadapi bangsa dan negara dewasa ini. Sebab, terdengar makin banyak suara dari berbagai kalangan, yang mengindikasikan bahwa kepercayaan publik terhadap kepemimpinan presiden SBY sudah anjlog. Bukan itu saja, ketidakpercayaan terhadap SBY ini sudah meningkat menjadi kemarahan dari bermacam-macam kalang            an di banyak tempat di seluruh Indonesia.

Bahkan, dalam salah satu tayangan di televisi Metro TV baru-baru ini ada orang yang mengatakan bahwa presiden SBY sekarang sudah menjadi public enemy (musuh publik). Mungkin saja, kata-kata public enemy bisa dianggap keterlaluan kasarnya atau kebablasan, tetapi ini mencerminkan kemarahan publik yang sudah makin memuncak terhadap SBY akhir-akhir ini.

Sebagian dari ketidakpuasan banyak kalangan, bahkan kemarahan rakyat, telah dimanifestasikan oleh banyaknya aksi-aksi atau demo yang dilakukan oleh organisasi pemuda dan mahasiswa di banyak kota di Indonesia dalam rangka Hari Anti Korupsi Sedunia dan hari HAM sedunia. Dalam dua peringatan ini telah diangkat kembali masalah korupsi dan pelanggaran HAM yang masih tetap menjadi persoalan besar yang tidak bisa diselesaikan bangsa kita.

Korupsi sumber ketidakpercayaan kepada SBY


Terutama masalah korupsi merupakan sumber besar  ketidak-percayaan dan kemarahan rakyat terhadap presiden SBY. Kasus Bank Century yang menyangkut uang negara lebih dari RP 6 triliun yang tidak jelas juntrungnya, ditambah dengan kasus Gayus Tambunan yang menghebohkan seluruh negeri, menunjukkan bahwa presiden SBY tidak menunjukkan kepemimpinan yang diinginkan oleh rakyat banyak. Singkatnya, sangat sangat mengecewakan !!!

Baik dalam kasus Bank Century maupun kasus Gayus Tambunan dirasakan adanya hal-hal yang menimbulkan dugaan bahwa presiden SBY tidak mau, atau tidak berani, atau tidak bisa, bertindak tegas sebagai pemimpin negara dan pemimpn pemerintahan, dengan alasan « tidak mau memasuki ranah hukum », « tidak mau intervensi ».

Kalau dalam kasus Bank Century ada kecurigaan-kecurigaan adanya hal-hal yang « tidak lurus «  yang dilakukan oleh pendukung-pendukung Partai Demokrat yang dipimpin oleh SBY, maka dalam kasus Gayus Tambunan banyak orang mempertanyakan mengapa SBY berusaha supaya kasus Gayus ini ditangani oleh polri saja, yang sudah mengindikasikan bahwa Gayus akan dikenakan perkara gratifikasi saja, dan bukan perkara penyuapan.

Kelihatannya ada kalangan-kalangan yang menduga-duga bahwa keputusan SBY tentang penanganan masalah Gayus ini supaya dilakukan terutama oleh tangan-tangan polri, dan bukannya oleh KPK, adalah karena polri adalah langsung di bawah presiden SBY, seperti halnya kejaksaan agung. Dengan begitu presiden SBY bisa ikut « mengarahkan » penanganan kasus Gayus, dan dengan cara demikian  SBY beserta pendukung-pendukungnya dapat menyelamatkan penunggak pajak raksasa yang jumlahnya sekitar 150 perusahaan besar.

Dengan dalih bahwa Gayus hanya akan dikenakan perkara gratifikasi, maka meskipun ia sudah menerima uang suapan sebanyak sekitar Rp 100 miliar, ia akan dijatuhi hukuman yang ringan sekali, kalau tidak dibebaskan sama sekali. Yang paling aneh atau keterlaluan tidak masuk nalar yang waras adalah bahwa dengan dipakainya rumus « gratifikasi » maka perusahaan-perusahaan yang pernah menyuap Gayus (termasuk 3 perusahaan besar grup Aburizal Bakrie) akan bebas dari tuntutan hukum.

Kelemahan,  keragu-raguan, ketidak-beranian kepemimpinan SBY

Dengan munculnya kasus Gayus Tambunan, maka tidak saja kelihatan masih merajalelanya korupsi yang berkelas kakap di Indonesia, melainkan juga tetap terus bobroknya atau busuknya aparat-aparat hukum negeri kita. Dalam sejarah Republik Indonesia, tidak ada kebobrokan atau kerusakan di kalangan kepolisian, kejaksaan dan kehakiman (pengadilan) seluas dan separah seperti yang terjadi di masa pemerintahan SBY sekarang ini.  Hanya pemerintahan Orde Baru di bawah Suhartolah yang bisa mengalahkan atau menyamai kebobrokan pemerintahan SBY.

Banyak orang mengkaitkan kebusukan atau kebobrokan di kalangan pimpinan Polri dan Kejaksaan Agung (dan juga kehakiman atau pengadilan) dengan kelemahan, atau kelambatan, atau keragu-raguan, atau kehati-hatian, atau ketidak-beranian kepemimpinan SBY. Ada juga yang menghubungkan ketidak-tegasan SBY ini dengan kekuatirannya bahwa hal-hal yang termasuk « suram » yang berkaitan dengan kemenangannya sebagai capres dalam pemilu bisa dibongkar atau dikutik-kutik.

Di samping adanya kenyataan bahwa politik pemerintahan di bawah SBY memang menjalankan politik yang pro neo-liberal dan tidak menguntungkan rakyat, SBY juga diikat oleh koalisi yang terdiri dari partai-partai yang juga sama-sama reaksionernya.  Karena itu, koalisi partai-partai reaksioner yang duduk dalam DPR ini menjadi ajang kongkalikong dalam berbagai bentuk dan cara, dan melakukan berbagai macam kejahatan berjemaah terhadap kepentingan rakyat. Sebagian dari partai-partai ini sudah menjadi pengkianat rakyat, dan karenanya  -- pada hakekatnya !  --  juga sudah menjadi musuh rakyat..

Dengan pandangan semacam itu, maka sebenarnya,  atau pada intinya,   bukan hanya SBY saja yang menjadi public enemy, melainkan juga partai-partai yang mendukungnya. Oleh karena itu, berbagai fenomena di negeri kita menunjukkan  bahwa SBY sudah makin jauh dari rakyat. Terasa sekali bahwa tidak ada hubungan hati dan fikiran yang hangat dan erat antara presiden SBY dan rakyat banyak.

Sekarang makin kelihatan  bahwa berbagai kalangan di masyarakat tidak hanya kehilangan kepercayaan kepada aparat kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman atau pengadilan, melainkan juga kepada pribadi presiden SBY. Ketidak-percayaan rakyat terhadap kepemimpinan SBY ini, yang sudah  turun sejak lama, akhir-akhir ini bertambah parah dengan munculnya « blunder » (kesalahan besar) mengenai hiruk-pikuk kasus keistimewaan daerah Jogyakarta. Rakyat Jogyakarta sudah memasang spanduk besar-besaran yang bertuliskan SBY= Sumber Bencana Yogya

Begitu hebatnya kemerosotan kepercayaan terhadap pemerintahan yang dipimpin SBY sehingga dalam aksi-aksi yang dilakukan baru-baru ini di berbagai kota dikibarkan bendera Merah Putih setengah tiang, sebagai tanda keprihatinan dan kemarahan. Puncak kemarahan ini terjadi pada tanggal 13 Desember ketika warga seluruh kota Jogya mengibarkan bendera setengah tiang, dan puluhan ribu penduduk secara beramai-ramai menyaksikan sidang  terbuka DPRD Jogya yang membicarakan soal keistimewaan daerah ini. Peristiwa ini merupakan « pemberontakan damai » atau tantangan penduduk Jogya terhadap pemerintahan SBY, atau setidak-tidaknya merupakan pukulan yang serius terhadap muka presiden SBY.

Perkembangan fikiran atau opini publik terhadap kepemimpinan presiden SBY ini sangat gawat dan bahkan bisa menimbulkan berbagai gejolak masyarakat yang makin lama bisa makin membesar, karena SBY beserta partai-partai koalisinya tidak akan bisa mengadakan perubahan-perubahan besar guna memperbaiki situasi politik, ekonomi dan sosial yang makin ruwet nantinya. Terutama sekali pemerintahan SBY tidak akan mungkin  dapat segera menyelesaikan masalah korupsi yang sudah merusak moral janjangan yang paling atas sampai paling bawah.

Banyak orang melihat dengan lebih terang ketokohan SBY


Kekecewaan dan kemarahan banyak kalangan terhadap SBY (dan pendukung-pendukungnya) mengindikasikan bahwa opini publik kita sudah bisa melihat lebih terang lagi kepada « ketokohan » SBY sebagai pemimpin rakyat dan negara. Walaupun SBY telah dipilih sebagai presiden secara langsung dengan perolehan suara sekitar 62% dalam pemilu yang lalu, namun sekarang ternyata bahwa banyak orang sudah tidak lagi menyukai tindakan-tindakan atau sikapnya, terutama tentang korupsi. Dewasa ini Indonesia merupakan negara yang ter-korup di daerah Asia-Pasifik.

Ketika dalam pemilu yang lalu banyak sekali orang yang mengharapkan (atau mengira) bahwa SBY akan bisa merupakan presiden yang betul-betul bertindak sebagai pemimpin rakyat, maka mereka kemudian  merasa sebagai tertipu mentah-mentah. Ada yang berpendapat bahwa SBY ternyata bukan tokoh yang bisa menjadi contoh sebagai pemimpin rakyat. Di bawah pemerintahannya situasi negara dan bangsa tambah ruwet, atau penuh gejolak. Perdebatan panas mengenai keistimewaan daerah Jogya hanyalah salah satu bagian saja dari banyaknya persoalan parah yang harus dihadapi SBY.

Perbedaan besar kepemimpinan SBY dengan Bung Karno


Dari berbagai  tindakannya, atau sikapnya, mengenai macam-macam  soal yang berkaitan dengan negara dan bangsa, nampak sekali perbedaannya dengan kepemimpinan Bung Karno. Kalau kebesaran sosok dan keagungan ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno sampai sekarang masih bersemayam di hati banyak sekali orang, --walaupun ia sudah wafat 40 tahun yang lalu, akibat siksaan Suharto selama dalam tahanan – maka kelihatannya nama SBY tidak mendapat tempat yang terhormat dalam hati rakyat.

Sesudah pengkhianatan besar-besaran oleh Suharto terhadap pemimpin rakyat dan bangsa, Bung Karno, maka negara kita belum mempunyai lagi pemimpin lainnya yang bisa dikategorikan sebagai pemimpin rakyat yang sebenarnya, yang seagung dan seluhur Bung Karno. Kita bisa melihat bahwa semua (atau sebagian terbesar sekali)  tokoh Indonesia yang pernah mengaku dirinya sebagai pemimpin rakyat adalah sebenarnya tidak pantas dinamakan pemimpin  rakyat. Karena mereka tidak memiliki sifat yang bisa dijadikan contoh, atau tindakan-tindakannya tidak bisa menimbulkan hormat bagi banyak orang.

Contoh dari Venezuela : presiden Hugo Chavez


Dalam kaitan ini, kiranya bisa diambil contoh dari presiden Venezuela, Hugo Chavez, seorang mantan perwira militer yang berpandangan revolusioner kerakyatan, yang terpilih secara demokratis sebagai presiden. Sejak terpilih menjadi presiden Venezuela, ia telah melakukan perubahan-perubahan besar-besaran di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, militer, dan hubungan luar negeri, yang pada pokoknya selalu mementingkan rakyat dan anti-imperialisme (terutama AS). Karena kedekatannya dengan rakyat, maka rakyat Venezuela selalu menyokongnya dalam melawan musuh-musuh dalam negeri maupun luar negeri.

Menurut TEMPO Interaktif, (11 Des O3), Presiden Venezuela Hugo Chavez berencana untuk memerintah (berkantor) sementara dari sebuah tenda pemberian pemimpin Libya Muammar Gaddafi setelah mengundang para keluarga yang kehilangan tempat tinggal akibat hujan deras untuk tinggal di istananya.

Hujan terburuk dalam satu dekade ini telah menimbulkan malapetaka di negara eksportir minyak utama Amerika Selatan itu dengan menewaskan lebih dari 30 orang dan menyebabkan kehilangan tempat tinggal lebih dari 100 ribu orang di desa-desa pesisir dan daerah kumuh kota.


Dari Istana kepresidenan pindah berkantor ke tenda

"Siapkan hadiah Gaddafi. Anda dapat memasangnya di taman Miraflores, menaruhnya di sana karena aku akan pindah ke tenda," kata Chavez saat mengunjungi pengungsian di lingkungan miskin di belakang istana presiden Miraflores. Gaddafi dikenal karena telah memimpin sidang di sebuah tenda Badui besar ketika melakukan kunjungan luar negeri dan menggunakannya saat dalam perjalanan ke Venezuela, tahun lalu.

Presiden Hugo Chavez memindahkan 25 keluarga ke istana pada bulan November dan  mengatakan kepada pembantunya untuk mempercepat persiapan untuk menerima lagi 80 keluarga.  "Kita bisa menaruh beberapa tempat tidur di kantor utama saya," katanya. Chavez telah turun langsung ke seluruh negeri untuk mengawasi bantuan kemanusiaan. Demikian berita Tempo Interaktif.

Sudah tentu, tindakan Hugo Chavez, seorang mantan militer yang berjiwa sosialis revolusioner, untuk menampung di Istananya sebagian penduduk Venezuela yang terkena banjir dan menyediakan juga tempat-tempat tidur bagi mereka di kantor utamanya adalah sesuatu yang sama sekali « aneh » atau luar biasa bagi para penguasa di Indonesia. 
Ketika membaca berita tentang tindakan-tindakan Hugo Chavez, mungkin ada di antara kita yang ingat kepada banyaknya penduduk lereng Merapi, Mentawai, Wasior dan lain-lain, yang sangat menderita karena ketimpa bencana.  Kalau seandainya para penguasa di Indonesia semuanya mempunyai sikap pro rakyat dan karakter politik seperti Hugo Chavez maka nasib rakyat kita akan jadi lain, tidak seperti sekarang ini.
Mengingat itu semua, maka kita bisa menarik pelajaran   -- dan juga mengambil kesimpulan  -- bahwa dengan pemimpin-pemimpin sejenis dan sekaliber SBY, maka negara dan bangsa kita tidak akan mungkin mengadakan perubahan-perubahan besar dan fundamental yang menguntungkan kepentingan rakyat. Artinya,  dengan tokoh-tokoh pendukung SBY yang dewasa ini mengangkangi kedudukan-kedudukan kunci di badan-badan eksekutif, legislatif,dan judikatif (dan dunia usaha !!!) , maka situasi bangsa dan negara tidak akan mungkin  meraih perbaikan, dan bahkan sebaliknya,  akan menjadi makin memburuk.\
Indonesia akan bisa mengadakan perubahan-perubahan besar, hanya melalui jalan reformasi yang menyeluruh dan restorasi yang  luas sekali, yang bisa berbentuk revolusi rakyat, seperti yang ditunjukkan oleh Bung Karno, atau oleh praktek revolusioner presiden Hugo Chavez. Jalan lainnya, seperti pekerjaan tambal sulam yang dilakukan oleh SBY beserta pendukung-pendukungnya dewasa ini,  adalah jalan buntu.

Paris, 14 Desember 2010

A. Umar Said